Pengikut

Minggu, 13 Januari 2019

Tentang rasa dan asa untuk cinta


Sore menjelang maghrib itu di ruang rapat pusat dakwah muhammadiyah disulap jadi tempat kajian. Dengan pemateri yang bisa dibilang disukai anak muda banget. Tema mahabbatullah menjadi pembahasan hangat sore itu. Pertanyaan-pertanyaan pembuka yang dilontarkan ustadz jadi penggerak hati kita yang mendengarkan, yang ternyata sangat jauh dariNya. Bagaimana memilih, menempatkan, dan mengelola cinta yang memang fitrah?
Proses menuju cinta pastinya diawali dengan adanya jatuh cinta. Ustadz bertanya pada kita tentang indikasi seseorang dinyatakan jatuh cinta, salah satu dari kami ada yang menjawab “seseorang sedang jatuh cinta itu, mereka candu. Mereka candu pada apapun yang berkaitan dengan seseorang yang disukainya.” Ustadz tersenyum dan menjawab setuju dengan jawaban itu. Salah satu kalimat yang kutangkap dari penjelasan ustadz tentang hal tersebut adalah cinta yang benar itu tidak menyakitkan, rindunya pun akan sangat lembut. Berbanding terbalik ketika cita itu tidak benar, rindunya sangat menyakitkan. Bahkan, jika rindu itu menyebabkan sakit didada dan menjalar ke tangan, maka sudah pasti itu adalah gangguan jin. Bisa dibayangkan, semengerikan itu jika kita salah menempatkan cinta kita.
Pastilah semua orang berkata cinta itu fitrah, lalu bagaimana  bisa kita menghindar ataupun untuk tidak jatuh cinta. Di sini, ustadz menjelaskan sebenarnya seorang laki-laki itu memiliki kelemahan dimata dan dimulut. Oleh karena itu, seorang laki-laki jangan pernah memberikan kenyamanan jika dalam hatipun belum siap untuk melangkah ke jenjang lebih serius. Begitu pula perempuan, ia memiliki kelemahan di pendengarannya. Bisa dibayangkan gombalan yang hanya guyonan pun akan terbawa perasaan bisa jadi, kadang pertolongan yang dilakukan lawan jenispun bisa disalah artikan. Seperti itu, jika kita sedikit saja goyah maka cinta itu akan muncul tanpa menyangkutpautkan Allah dalam prosesnya dan itu termasuk zina hati yang menjadikan pengharapan berlebih.
Dalam suatu hadist riwayat muslim, Rasulullah bersabda takutlah pada dunia dan pada  wanita. Sebagai perempuan yang ingin sekali jatuh cinta dengan tepat, aku diam merenung. Ternyata aku selama ini  telah jauh dan kurang paham mengenai penempatan cinta yang seharusnya. Kita pasti bertanya-tanya bagaimana cara mengontrol hati kita jika sudah terlanjur jatuh cinta dengan cara yang salah? Intropeksi diri, ada yang salah dari cara bergaul kita dengan lawan jenis. Kita chattingan dengan tesenyum lalu membayangkannya saja sudah termasuk zina. Jadi betapa tertamparnya hati ini ketika medengar itu.
Nabi SAW bersabda, takutlah kalian pada penyakit “kasmaran” dan nabi menawarkan solusi untuk kita ketika “kasmaran” telah menjangkit hati kita, yang pertama adalah tidak mengembangkan perasaan, dengan contoh jika kita jatuh cinta pada seseorang yang seorganisasi atau sekomunitas dengannya bisa jadi kita harus keluar dari organisasi atau komunitas itu kalau hati kita tidak terkontrol dan dengan melakukan hal tersebutpun kita sudah dikatakan hijrah, jadi hijrah tidak hanya tentang pakaian tapi hati kita juga harus hijrah. Yang kedua bersabar, dengan tidak mengungkapkan perasaan sampai diri kita  berani untuk mengambil langkah selanjutnya. Yang ketiga dengan mempersibuk diri kita dengan ketaatan kepadaNya, menyerahkan semuanya kepada sang pencipta.
Sempat berfikir bagaimana dengan menyebutkan namanya dalam doa sepertiga malam. Hal itu beda tipis dengan zina hati jika kita tidak memiliki tauhid yang kuat.  Iya, semuanya seakan terjawab di sore itu. Gerimis yang tiba-tiba membasahi semakin membuat kami larut dalam kisah cinta yang seharusnya kita peruntukkan pada zat pemilik hati.
Dengan penjelasan yang begitu singkat itu, sebenarnya aku kurang puas. Karena ini perkara cinta, yang datang tiba-tiba tanpa kita mau. Iya, itu artinya ada yang salah dengan hati kita. Kukira kali ini  prasangkaku benar, kita sebagai manusia selalu berharap lebih pada selainNya. Padahal kita selalu berharap surgaNya. Dan tentu saja surga itu tidak mudah dan tidak murah. Jadi sudah sejauh mana usaha kita untuk mendapatkannya? Sudah layakkah kita mendapatkannya? Ketika ditulisanku kemarin mari membenahi mimpi, sekarang mari kita juga membenahi  ukhrowi. Sungguh tulisan ini tamparan bagi diri.
Mari jatuh cintakan cinta kita ke pemilik cinta yang sebenarnya, semoga bermanfaat.^^

Sabtu, 12 Januari 2019

Tentang rasa dan asa untuk cita cita

Prinsip hidup tentang hidup harus bermanfaat bagi orang lain, harus terus berbuat baik, dan tentunya hidup itu adalah amanah, prinsip itu akan selalu melekat sampai kapanpun. Kali ini, aku akan bicara tentang berbagi bukan hanya tentang uang. Bagi sebagian orang berbagi adalah seberapa banyak kita menyisihkan uang untuk orang lain. Di kamus hidupku berbagi adalah membagikan semua yang bisa kita bagikan saat itu juga. Karena yang kumiliki saat ini hanya berupa sebiji ilmu dan rasa empati untuk menolong, maka itu yang akan jadi prioritas untuk berbagi.
Menjadi volunteer adalah pilihan, impian, atau bisa disebut salah satu cita-citaku. Di dunia perkuliahan dengan jurusan yang tidak banyak menyita waktuku, akhirnya aku memilih mejadi kakak-kakak volunteer pengajar bimbingan belajar.  Ada beberapa komunitas yang ku ikuti untuk mewujudkan secuil impian yang bisa dianggap sepele iitu. Dari mengajar anak-anak di pedesaan tanpa sinyal, panti asuhan, anak autis, mengajar anak-anak yang jadi target kristenisasi, sampai anak-anak milenial dengan gadget yang terus ditangan. Pengalaman yang banyak sekali itu membuatku semakin bergairah untuk terus jadi volunteer yang ketika aku datang mereka teriak memanggil namaku dan berebut salaman serta memelukku.
Impianku dari dulu adalah menjadi volunteer di Maluku. Entah kenapa aku bisa memilih tempat itu. Hanya saja, aku ingin bisa mewujudkannya. Sejak saat itu, aku rajin ikut oprec volunteer di bidang pendidikan untuk ditempatkan di pulau-pulau yang belum terjamah teknologi. Walaupun belum ada kesempatan kesana, dan mungkin jatah gagalku masih belum habis. Menjadi volunteer yang dirindukan merupakan prestasi bagi diriku. Menurutku, ketika kita mengajar dan anak-anak nyaman adalah sesuatu yang membanggakan. Karna sulit sekali mengambil hati anak-anak di waktu yang singkat. Dengan aku yang tidak bisa marah dan selalu tersenyum di depan mereka adalah suau kebanggan sendiri juga.
Selama  hampir 4 tahun berada di kota hujan Malang, aku begitu bersyukur dipertemukan dengan orang-orang hebat di sekelilingku. Tidak hanya temen-temen sejurusan  dan sekelas, tapi mereka yang seorganisasi denganku, mereka yang satu kepanitiaan denganku diwaktu yang singkat, mereka yang menemani perjalanan  petualanganku di Alam. Mereka begitu peduli, mereka yang selalu mengingatkan, itulah salah satu motivasi terbesarku untuk selalu berbagi dimanapun dan kapanpun selagi aku mampu. Dalam hal ini, aku tak ingin menyia-nyiakan masa kuliahku yang sebatas duduk di ruang kelas lalu pulang ke kosan.
Banyak sekali pertanyaan yang melintas tentang kesibukan yang sebenarnya lebih tepat hanya ke mengurangi waktu bersantaiku. Dengan melihat orang tua banting tulang dan aku di isini hanya tergeletak di atas kasur, bukankah itu memalukan sekali, yang seharusnya prinsip mahasiswa adalah sebagai agen perubahan. Tapi  bukan berarti hal ini jadi sarana membanggakan diri bahwa diri kita sudah termasuk salah satu agen perubahan.
Tak pernah ada niat membanggakan diri, tulisan yang sederhanan ini mungkin akan selalu jadi pengingat diri dan semua yang membaca tulisan ini. Semoganya, kita termasuk orang-orang  yang senantiasa berbaik hati dan selalu dilindungi. Karna mati tak pernah pamit dalam diri, jadi terus berbuat baik dan selalu mengingat kebaikan orang lain harus ditanamkan dalam diri.

Merdeka yang harus dimerdekakan

Indonesiaku Merdeka Kekayaan alamnya tak diragukan Gunung dan lautan tak pernah luput dari pandangan Bahasa dan budaya tak terhitung d...